Minggu, 20 Juni 2010
Asal Usul Nama Indonesia
Saya yakin bahwa sebagian besar Warga Negara Indonesia tidak mengetahui secara pasti bagaimana sejarah Nama Indonesia, kalaupun ada yang tahu itu dipastikan hanya sekian persen dari keseluruhan Warga Negara Indonesia. Padahal sangatlah penting kita mengetahui bagaimana asal usul nama Indonesia yang sekarang ini kita pakai.
Didalam mata pelajaran sejarahpun, asal muasal nama Indonesia hampir tidak ada, kalaupun ada hanya sedikit yang menyinggungnya, makanya ketika saya iseng-iseng nanya pada seorang pelajar SMU baru-baru ini tentang sejarah nama Indonesia, saya tidak heran ketika si pelajar mengatakan tidak tahu dan tidak hapal.Untuk itu mari kita berbagai cerita mengenai asal usul nama Indonesia.
Pada zaman purba, kepulauan tanah air disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan tanah air dinamai Nan hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa Indoa menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.
Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil "Jawa" oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. Dalam bahasa Arab juga dikenal Samathrah (Sumatra), Sholibis (Sulawesi), Sundah (Sunda), semua pulau itu dikenal sebagai kulluh Jawi (semuanya Jawa).
Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah "Hindia". Semenanjung Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang". Sedangkan tanah air memperoleh nama "Kepulauan Hindia" (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau "Hindia Timur" (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais).
Pada jaman penjajahan Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur).
Eduard Douwes Dekker ( 1820 – 1887 ), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga "Kepulauan Hindia" ( Bahasa Latin insula berarti pulau). Nama Insulinde ini kurang populer.
Nusantara
Pada tahun 1920, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker ( 1879 – 1950), yang dikenal sebagai Dr. Setiabudi (cucu dari adik Multatuli), memperkenalkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata "India". Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh JLA. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.
Pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit, Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam Bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Sumpah Palapa dari Gajah Mada tertulis "Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa" (Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat).
Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu "nusa di antara dua benua dan dua samudra", sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern. Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda.
Sampai hari ini istilah nusantara tetap dipakai untuk menyebutkan wilayah tanah air dari Sabang sampai Merauke.
Indonesia
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan ( 1819 – 1869 ), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Ingris, George Samuel Windsor Earl ( 1813 – 1865 ), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.
Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis:
"... the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians".
Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon ( Srilanka ) dan Maladewa. Earl berpendapat juga bahwa nahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.
Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah "Indian Archipelago" terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.
Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan:
"Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago".
Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi.
Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826 – 1905 ) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.
Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat ( Ki Hajar Dewantara ). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.
Nama indonesisch (Indonesia) juga diperkenalkan sebagai pengganti indisch (Hindia) oleh Prof. Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan indonesiër (orang Indonesia).
Identitas Politik
Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.
Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.
Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya,:
"Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut "Hindia Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya."
Di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924). Pada tahun 1925, Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama "Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.
Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; parlemen Hindia Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Hindia Belanda agar nama "Indonesia" diresmikan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Tetapi Belanda menolak mosi ini.
Dengan jatuhnya tanah air ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia Belanda". Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, lahirlah Republik Indonesia.
dari berbagai sumber
oleh Joy Setiawan
Nikita - Seperti Yang Kau Ingini (OST Buku Harian Nayla)
bukan dengan barang fana
kau membayar dosaku
dengan darah yg maha
tiada noda dan celah
bukan dengan emas perak
kau menebus diriku
oleh segenap kasih
dan pengorbananmu
reff:
ku telah mati dan tinggalkan
jalan hidupku yg lama
semuanya sia-sisa
dan tak berarti lagi
hidup ini kuletakkan
pada mesbahmu ya tuhan
jadilah padaku seperti
yg kau ingini
bukan dengan emas perak
kau menebus diriku
oleh segenap kasih
dan pengorbananmu
janjimu seperti fajar pagi hari
ketika ku hadapi kehidupan ini
jalan mana yg harus kupilih
ku tahu ku tak mampu
ku tahu ku tak sanggup
hanya kau Tuhan tempat jawabanku
ku pun tahu ku tak pernah sendiri
selama engkau Allah yg menggendongku
tanganmu membelaiku
cintamu memuaskanku
kau mengangkatku ke tempat yg tinggi
reff:
janjimu seperti fajar pagi hari
dan tiada pernah terlambat bersinar
cintamu seperti sungai yg mengalir
dan ku tahu betapa dalam kasihmu
24 Jam untuk guru
Kamis, 22 April 2010 09:20:23
Membincangkan perihal membaca dan menulis mestinya penting untuk para guru, keduanya menjadi bagian penting dalam pekerjaan guru. “Kapan punya waktu untuk membaca dan menulis?” pertanyaan itu acap mengemuka dalam berbagai forum guru.
Tentu saja, pertanyaan demikian tidak luput dari situasi guru yang bergelut dengan persiapan mengajar dan mengoreksi pekerjaan siswa, di luar waktu mengajar di depan kelas. Pertanyaan tersebut tidak akan disampaikan oleh mereka yang tidak membaca atau menulis apapun, tetapi tidak juga melakukan pekerjaan lain.
Ada pengalaman konkret para sahabat saya yang menjadi guru di seberang pulau, mereka sepulang sekolah tetap sibuk dengan urusan koreksian hingga menjelang akhir hari. Bahkan, tidak perlu jauh beranjak di kota ini pun, tidak sedikit guru yang bertekun dengan segala urusan persekolahan.
Untuk memperkaya pengetahuan sendiri pun bahkan terlupakan. Terhadap totalitas pada pekerjaan yang mereka lakukan tentulah saya patut memberikan apresiasi tersendiri. Ada anggapan bahwa pekerjaan tidak akan pernah selesai diberi waktu berapapun, tetapi waktu sedikitpun untuk membaca atau menulis tidak akan pernah kita dapatkan tanpa secara sengaja menyisihkannya.
Lebih mudah menenggelamkan diri dalam rutinitas pekerjaan daripada membiasakan membaca dan menulis. Kesibukan menjadi alasan untuk abai melakukan kegiatan membaca atau menulis. Tuan atas waktu Ada kesamaan waktu yang dimiliki para guru yakni 24 jam dalam sehari.
Jika semua guru mempunyai kesibukan yang sepadan, lantas apa bedanya? Bedanya adalah cara mengelolanya. John McGrath (2006) menyebut kunci kesuksesan adalah cara menggunakan waktu. Banyak orang (termasuk guru) suka memberitahukan betapa kerasnya mereka bekerja dan betapa tertekannya mereka.
Merasa tertekan seharusnya tidak perlu dipamerkan. Heroisme adalah mampu menangani banyak hal dalam kehidupan tanpa merasa tertekan. Humor kecil ini menjadi pertanda bahwa faktor utama perubahan hanyalah guru sendiri. Sebut saja gaji guru Amerika US$6.000.
Dalam sebulan, setelah berbagai pengeluaran dan kebutuhan terbayar, masih tersisa US$1.500. Ketika ditanya mengenai kegunaan sisa uang tersebut, jawabnya “It’s my business, itu urusan saya!” Guru Indonesia yang bergaji 1,5 juta sebulan, setelah menghitung segala kebutuhan dan sosialnya diperoleh angka 3 juta.
Ketika ditanya mengenai asal-usul untuk menutup kekurangannya, jawabnya “It’s my business, itu urusan saya!”. Jika defisit keuangan menjadi urusan diri sendiri, maka hal mengatur waktu, tidak bisakah guru juga bersikukuh memiliki waktunya sendiri, mengatur sendiri, bahkan menjadi tuan atas waktu sendiri.
Ada kebiasaan yang mudah dirumuskan, tetapi tidak gampang untuk dilaksanakan. Berikan waktu untuk porsi pekerjaan sekolah, berikan juga waktu untuk pribadi atau keluarga. Sebuah pengalaman pribadi, jika tidak dalam keadaan mendesak pantang membawa koreksian ke rumah.
Secara ajeg, pukul empat sore menjadi batas waktu untuk pekerjaan, selebihnya untuk pengembangan pribadi, baik membaca maupun menulis. Ada anggapan pekerjaan guru sangat melelahkan dan menyita banyak energi, sehingga usai mengajar para guru tidak lagi menyisakan tenaga untuk aktivitas produktif lainnya.
Jika persoalannya adalah energi, maka antusiasme haruslah dibangun lebih dulu. Antusiasme akan tumbuh jika ada impian-impian yang ingin diwujudkan. Akhirnya persoalan pengembangan diri, entah membaca ataupun menulis, tergantung impian-impian para guru sendiri.
Impian untuk konteks zaman kini biasa disebut visi. Kalau saya, sederhana saja “tidak ingin menjadi guru yang biasa-biasa saja”. Artinya, luar biasa (bukan biasa di luar alias banyak mangkir).
Membincangkan perihal membaca dan menulis mestinya penting untuk para guru, keduanya menjadi bagian penting dalam pekerjaan guru. “Kapan punya waktu untuk membaca dan menulis?” pertanyaan itu acap mengemuka dalam berbagai forum guru.
Tentu saja, pertanyaan demikian tidak luput dari situasi guru yang bergelut dengan persiapan mengajar dan mengoreksi pekerjaan siswa, di luar waktu mengajar di depan kelas. Pertanyaan tersebut tidak akan disampaikan oleh mereka yang tidak membaca atau menulis apapun, tetapi tidak juga melakukan pekerjaan lain.
Ada pengalaman konkret para sahabat saya yang menjadi guru di seberang pulau, mereka sepulang sekolah tetap sibuk dengan urusan koreksian hingga menjelang akhir hari. Bahkan, tidak perlu jauh beranjak di kota ini pun, tidak sedikit guru yang bertekun dengan segala urusan persekolahan.
Untuk memperkaya pengetahuan sendiri pun bahkan terlupakan. Terhadap totalitas pada pekerjaan yang mereka lakukan tentulah saya patut memberikan apresiasi tersendiri. Ada anggapan bahwa pekerjaan tidak akan pernah selesai diberi waktu berapapun, tetapi waktu sedikitpun untuk membaca atau menulis tidak akan pernah kita dapatkan tanpa secara sengaja menyisihkannya.
Lebih mudah menenggelamkan diri dalam rutinitas pekerjaan daripada membiasakan membaca dan menulis. Kesibukan menjadi alasan untuk abai melakukan kegiatan membaca atau menulis. Tuan atas waktu Ada kesamaan waktu yang dimiliki para guru yakni 24 jam dalam sehari.
Jika semua guru mempunyai kesibukan yang sepadan, lantas apa bedanya? Bedanya adalah cara mengelolanya. John McGrath (2006) menyebut kunci kesuksesan adalah cara menggunakan waktu. Banyak orang (termasuk guru) suka memberitahukan betapa kerasnya mereka bekerja dan betapa tertekannya mereka.
Merasa tertekan seharusnya tidak perlu dipamerkan. Heroisme adalah mampu menangani banyak hal dalam kehidupan tanpa merasa tertekan. Humor kecil ini menjadi pertanda bahwa faktor utama perubahan hanyalah guru sendiri. Sebut saja gaji guru Amerika US$6.000.
Dalam sebulan, setelah berbagai pengeluaran dan kebutuhan terbayar, masih tersisa US$1.500. Ketika ditanya mengenai kegunaan sisa uang tersebut, jawabnya “It’s my business, itu urusan saya!” Guru Indonesia yang bergaji 1,5 juta sebulan, setelah menghitung segala kebutuhan dan sosialnya diperoleh angka 3 juta.
Ketika ditanya mengenai asal-usul untuk menutup kekurangannya, jawabnya “It’s my business, itu urusan saya!”. Jika defisit keuangan menjadi urusan diri sendiri, maka hal mengatur waktu, tidak bisakah guru juga bersikukuh memiliki waktunya sendiri, mengatur sendiri, bahkan menjadi tuan atas waktu sendiri.
Ada kebiasaan yang mudah dirumuskan, tetapi tidak gampang untuk dilaksanakan. Berikan waktu untuk porsi pekerjaan sekolah, berikan juga waktu untuk pribadi atau keluarga. Sebuah pengalaman pribadi, jika tidak dalam keadaan mendesak pantang membawa koreksian ke rumah.
Secara ajeg, pukul empat sore menjadi batas waktu untuk pekerjaan, selebihnya untuk pengembangan pribadi, baik membaca maupun menulis. Ada anggapan pekerjaan guru sangat melelahkan dan menyita banyak energi, sehingga usai mengajar para guru tidak lagi menyisakan tenaga untuk aktivitas produktif lainnya.
Jika persoalannya adalah energi, maka antusiasme haruslah dibangun lebih dulu. Antusiasme akan tumbuh jika ada impian-impian yang ingin diwujudkan. Akhirnya persoalan pengembangan diri, entah membaca ataupun menulis, tergantung impian-impian para guru sendiri.
Impian untuk konteks zaman kini biasa disebut visi. Kalau saya, sederhana saja “tidak ingin menjadi guru yang biasa-biasa saja”. Artinya, luar biasa (bukan biasa di luar alias banyak mangkir).
Kenaikan kelas
Kamis, 17 Juni 2010 10:31:02
Usai ulangan umum semester kedua, yang jamak terjadi adalah kenaikan kelas untuk siswa SD, SMP dan SMA. Perolehan nilai selama setahun dipertimbangkan sebagai syarat kenaikan kelas. Pembahasan kenaikan kelas terhadap siswa oleh seluruh guru menjadi kesempatan untuk meneguhkan keutamaan pendidik dalam mendidik. Yang belum pernah terlibat, tentu tidak gampang membayangkan betapa menariknya suasana di dalamnya.
Meminjam istilah Alex Shirran dalam Evaluating Students (2008), dalam rapat membahas siswa, guru tidak mudah untuk menghindari efek 'halo' yakni kecenderungan untuk menaikkan angka karena siswa memberikan kesan baik, bukan berdasarkan kualitas, dan efek 'garu' (garpu rumput) yakni menurunkan angka siswa berdasarkan kesan negatif.
Menaikkan atau tidak menaikkan perolehan angka bukanlah persoalan katrol-mengatrol. Di sana ada upaya memberikan penghargaan kepada siswa. Nilai mestinya mencerminkan proses pembelajaran. Prestasi murid bukan sekadar usaha siswa, tetapi wujud kinerja guru. Memperhitungkan perihal afeksi atau sikap siswa bisa jatuh pada penilaian sepihak, sekadar tuduhan yang bersifat asumtif belaka.
Satu hal yang patut dicatat adalah ketika membahas siswa di ruang rapat, siswa tidak hadir dan membela diri, sangat mungkin terjadi penilaian sepihak. Terhadap situasi ini, setiap guru semestinya mengenal setiap siswanya secara pribadi.
Ada inspirasi dari tradisi pendidikan yang terlupakan yakni pentingnya cura personalis dalam dinamika persekolahan. Relasi guru dengan siswa adalah relasi pribadi, bukan relasi transaksi. Cura personalis dimaknai sebagai perhatian atau pemeliharaan kepada setiap pribadi siswa. Mengenal, bersemuka, dan memahami perkembangan setiap pribadi siswa tentunya prasyarat yang mesti dipenuhi untuk menghidupi cura personalis, dengan demikian guru tidak terhenti pada relasi administratif dengan siswanya.
Sebuah sekolah swasta yang tergolong berusia muda mempunyai semboyan bersekolah dengan senang dan senang di sekolah. Jiwa yang hidup, jiwa yang senang, atau jiwa yang kreatif dari para siswanya telah menjadi impian bersama. Semboyan itu terjadi kalau relasi seluruh keluarga civitas terjadi kedekatan. Untuk mewujudkan relasi, semestinya secara proporsional perlu diperhitungkan jumlah siswa yang mesti menjadi perhatian guru. Tentu tidak disarankan pendidikan ala pabrik alias industri sekolah ombyokan. Padahal sekarang sekolah-sekolah favorit berlomba menambah jumlah daya tampung demi mengejar kewajiban guru mengajar 24 jam. Pendidikan demikian hanya akan menjauhkan guru dari siswa. Guru pun akhirnya akan lebih suka menyibukkan diri pada urusan administratif daripada membangun relasi pribadi mengenal siswanya.
Jumat, 18 Juni 2010
Pada suatu ketika
Ketika melihat tempat parkir sepeda motor di Warnet penuh
Komentarku : Banyaknya orang tergila2 dengan internet !!!
Ketika melihat Apotik yang sekaligus tempat dokter praktek, tempat parkir padat dengan sepeda motor yang diparkir, dan mobil di pinggir jalan.
Komentarku : Wow . . . Bisnis obat laris !!!
Ketika memarkir speda motor di Rumah sakit dalam rangka melawat kerabat yang sakit dan di-opname ternyata juga sulit, karena banyaknya sepeda motor pengunjung lain yang juga membezoek saudara / kerabatnya.
Komentarku : betapa banyak pendapatan penjaga parkir !!!
Ketika murid-murid yang berhalangan masuk sekolah pada hari sekolah, dengan surat ijin yang ditandatangani oleh orang tua mereka, alasan terbanyaknya adalah karena sakit
Komentarku : Semoga esoknya bisa masuk sekolah kembali !!!
Ketika ada upacara bendera di sekolah ( yang hanya dilaksanakan pada moment-moment tertentu), ada murid yang tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri
Komentarku : Hanya berdiri kurang dari 1 jam pelajaran ( 45 menit ) sudah pingsan ???
Kini, ketika Pramuka SMA Yos Sudarso Cilacap akan mengadakan kemah Pramuka Bantara di Kaliori-Banyumas, beberapa orang tua, kebanyakan ibu2 datang ke sekolah, dengan tujuan yang sama : Mohon ijin bahwa anak-anak mereka tidak bisa ikut kemah dengan alasan yang kurang lebihnya sama : Kuatir kalau kecapaian anaknya akan sakit
Komentarku : Betapa rentan / lemah-nya kesehatan anak2 muda jaman sekarang !!!
Dalam hati aku berpikir : Hidup adalah perjuangan untuk mempertahankan kehidupannya masing2, bagaimana mereka bisa berjuang jika mereka mudah sakit ?
Akhirnya aku menyimpulkan pendapatku sendiri :
Ternyata sehat itu anugerah - rahmat dan amat sangat menyenangkan !!!
( Suatu rahmat yang kadang lupa untuk disyukuri )
AGUSTINUS
Ayahnya mendambakan, supaya Agustinus yang cerdas itu kelak menjadi orang yang termasyur. Maka ia mengirimnya ke sekolah-sekolah terbaik. Mula-mula di Afrika Utara, tempat kelahirannya, kemudian Roma dan Milano/ agustinus membaca dengan tekun segala buku ilmiah yang diperolehnya. Ia mengunjungi orang cerdik pandai dan belajar dari mereka. Hasilnya : Agustinus menjadi mahaguru kenamaan.
Sering orang-orang Roma berbondong-bondong dating hanya untuk mendengar kuliah dan pidatonya. Pada waktuitu Agustinus masih kafir dan banyak sekali berbuat dosa. Dari seorang gundik, ia mendapat seorang anak yang mati muda. Agustinus menganut Manekeisme, suatu aliran keagamaan dari Persia.
Tetapi hatinya bergejolak dan tidak tenteram : “ Hatiku gelisah. Rupanya belum segala sesuatu kuketahui.” Monika, ibunya, sejak mula niscaya mengatakan, bahwa Agustinus harus membaca sabda Tuhan dalam injil. Dalam sabda Tuhan itulah terdapat lebih banyak kebijaksanaan dan kebenaran daripada ilmu-ilmu duniawi. Agustinus tergelak mencemooh : “Kitab suci terlalu sederhana bagiku. Tak akan menambah pengetahuanku sedikitpun ! “ tetapi ibu Monika tetap tabah dan berdoa terus, agar anaknya mau menjadi Kristen
Di Milano, Agustinus bertemudengan Uskup Ambroi\sius, seorang bekas Gubernur. Agustinus menyaksikan dari dekat hidup para biarawan yang bahagia dan mengikuti tata tertib yang tegas. Mereka bijaksana dan ramah. Agustinus tersentuh hatinya dan mulai berpikir : “Injilkah yang menjiwai mereka itu ? “
Ia mulai merenung dan bersamadi. Suatu hari ia mendengar suara anak namun tak terlihat : “Ambil dan bacalah ! “ Agustinus menjamah Kitab Injil itu, membukanya dan membaca : “ Marilah kita hidup sopan seperti yang dilakukan orang pada siang hari, jangan berpesta-pora, mabuk-mabukan. Jangan berbuat cabul dan menuruti hawa nafsu. Jangan berkelahi dan irihati. Kenakanlah Tuhan Jesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.” ( Rom 13, 13-14 )
Agustinus yang telah banyak mendalami filsafat itu akhirnya terbuka pikirannya dan melihat kebenaran sejati, yakni wahyu illahi yang dibawakan oleh Jesus Kristus. Ia dibaptis pada usia 32 tahun. Tujuh bulan sesudahnya, ibunya menginggalkan puteranya menghadap Bapak dengan tenang. Agustinus kembali ke Afrika. Di tanah kelahirannya itulah ia ditahbiskan Imam dan pada usia 41 tahun diangkat menjadi Uskup di kota Hippo.
Ia menggoreskan rasa syukur dan terima kasihnya kepada Tuhan dalam bentuk nyanyian dan banyak buku yang ditulisnya. Tak terbilang jumlahnya orang berdosa yang bertobat, karena membaca buku-bukunya.
Demikianlah Tuhan yang maha baik telahmengubah seorang yang banyak berbuat dosa menjadi seorang suci yang ternama
Agustinus , Uskup dan Pujangga Gereja
Putera Santa Monica
Lahir tahun 354 di Tagaste ( Afrika Utara )
Wafat tahun 430 di Hippo
Bukunya yang terkenal : “ Pengakuan ” dan “Negara Tuhan “
Ia menulis aturan hidup membiara
Lambang : Tongkat dan Mitra Uskup
Pelindung para calon Imam ( Seminaris )
Pesta Nama : 28 Agustus
Sumber : Ensiklopedi Orang Kudus , Yayasan Cipta Loka Caraka, halaman 42-44
Sudahkah anda berlaku bijak ?
• Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia belajar memaki
• Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, maka ia belajar berkelahi
• Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, maka ia belajar rendah diri
• Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, maka ia belajar menyesali
• Jika anak dibesarkan dengan toleransi, maka ia belajar menahan diri
• Jika anak dibesarkan dengan pujian, maka ia belajar menghargai
• Jika anak dibesarkan dengan dorongan, maka ia belajar untuk percaya diri
• Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, maka ia belajar keadilan
• Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, maka ia belajar menaruh kepercayaan
• Jika anak dibesarkan dengan dukungan, maka ia belajar menyayangi diri
• Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, maka ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
Sumber : Dorothy Law Note Phd
Kamis, 17 Juni 2010
1.180 Siswa Di Cilacap Tak Lulus UN
Oleh Wagino
Senin, 26 April 2010 14:15
CILACAP, (Cimed) – Sebanyak 1.180 siswa SMA/MA dan SMK se-Kabupaten Cilacap tidak lulus Ujian Nasional (UN) 2010 dan terpaksa harus mengikuti UN ulang. Dari 1.180 siswa yang tidak lulus itu, 456 berasal dari SMA, 124 dari MA dan 600 dari SMK.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga Kabupaten Cilacap Sutanto melalui Ketua Panitia Penyelenggara Ujian Nasional SMA, MA, SMALB dan SMK, Marjaka, jika dibandingkan tahun sebelumnya, tahun ini sedikit menurun.
“Dari 14,947 siswa yang mengikuti UN tingkat SMA/MA, SMALB dan SMK tahun ini yang tidak lulus sebesar 7,90 persen. Pada tahun sebelumnya yang tidak lulus sebesar 7,80 persen atau menurun sebesar 0,10 persen,” ujarnya kepada CILACAPMEDIA.com, Senin (26/4).
Dikatakan, kalau pada tahun sebelumnya, para siswa yang tidak lulus harus mengikuti paket C, tahun ini diberi kesempatan untuk mengikuti UN ulangan.
“Ujian Nasional ulangan akan dilaksanakan pada tanggal 10 hingga 14 Mei mendatang. Ini kesempatan bagi para siswa untuk memperbaiki agar bisa lulus. Jadi masih ada waktu sekitar 14 hari bagi para siswa yang tidak lulus untuk mempersiapkan diri,” katanya.
Kendati banyak siswa yang gagal dalam UN, namun ia membantah kalau hal tersebut dipicu oleh kekisruhan UN seperti soal ujian yang tertukar atau lembar jawaban yang rusak.
“Secara umum pelaksanaan UN kemarin berlangsung baik, jadi masalah soal ujian yang tertukar tidak ada kaitannya dengan hasil yang dicapai para siswa. Karena siswa yang soalnya tertukar mengaku tidak mengalami kesulitan, bahkan mendapat nilai delapan,” pungkasnya.
Senin, 26 April 2010 14:15
CILACAP, (Cimed) – Sebanyak 1.180 siswa SMA/MA dan SMK se-Kabupaten Cilacap tidak lulus Ujian Nasional (UN) 2010 dan terpaksa harus mengikuti UN ulang. Dari 1.180 siswa yang tidak lulus itu, 456 berasal dari SMA, 124 dari MA dan 600 dari SMK.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga Kabupaten Cilacap Sutanto melalui Ketua Panitia Penyelenggara Ujian Nasional SMA, MA, SMALB dan SMK, Marjaka, jika dibandingkan tahun sebelumnya, tahun ini sedikit menurun.
“Dari 14,947 siswa yang mengikuti UN tingkat SMA/MA, SMALB dan SMK tahun ini yang tidak lulus sebesar 7,90 persen. Pada tahun sebelumnya yang tidak lulus sebesar 7,80 persen atau menurun sebesar 0,10 persen,” ujarnya kepada CILACAPMEDIA.com, Senin (26/4).
Dikatakan, kalau pada tahun sebelumnya, para siswa yang tidak lulus harus mengikuti paket C, tahun ini diberi kesempatan untuk mengikuti UN ulangan.
“Ujian Nasional ulangan akan dilaksanakan pada tanggal 10 hingga 14 Mei mendatang. Ini kesempatan bagi para siswa untuk memperbaiki agar bisa lulus. Jadi masih ada waktu sekitar 14 hari bagi para siswa yang tidak lulus untuk mempersiapkan diri,” katanya.
Kendati banyak siswa yang gagal dalam UN, namun ia membantah kalau hal tersebut dipicu oleh kekisruhan UN seperti soal ujian yang tertukar atau lembar jawaban yang rusak.
“Secara umum pelaksanaan UN kemarin berlangsung baik, jadi masalah soal ujian yang tertukar tidak ada kaitannya dengan hasil yang dicapai para siswa. Karena siswa yang soalnya tertukar mengaku tidak mengalami kesulitan, bahkan mendapat nilai delapan,” pungkasnya.
Tim Gabungan Razia HP Pelajar
Hasilnya Nihil
Oleh Wagino
Selasa, 15 Juni 2010 18:50
[Petugas periksa tas siswa. (Foto :Wagino/CIMED)]
Petugas periksa tas siswa. (Foto :Wagino/CIMED)
CILACAP, (Cimed) - Sejumlah sekolah di wilayah Cilacap Kota menjadi sasaran razia tim gabungan, Senin (14/6) kemarin. Razia digelar menyusul maraknya peredaran video mesum mirip artis Ariel, Luna Maya dan Cut Tari. Sayangnya razia HP pelajar yang digelar mendadak itu tidak membuahkan hasil.
Razia yang dipimpin langsung Kabag OP Polres Cilacap Kompol Wiyono itu menerjunkan sekitar 30 petugas yang merupakan tim gabungan anggota polisi, Satpol PP dan Disdikpora setempat. Sekitar pukul 10.00 WIB, tim gabungan yang dibagi menjadi empat grup mulai menyambangi sekolah-sekolah.
Namun dari sejumlah sekolah yang didatangi, jangankan menemukan ponsel, petugas juga tidak melihat adanya siswa yang tengah berada di kelas atau pun di lingkungan sekolah tersebut. Seperti saat petugas mendatangi SMK Dr. Soetomo di Jalan Dr. Soetomo, Cilacap.
Menurut salah seorang guru SMK Dr. Soetomo yang tengah berada di ruang guru, siswanya sudah pulang lebih awal.
"Itu pun hanya siswa yang mengikuti ulangan remidi (perbaikan, red) yang masuk," ujarnya.
Kondisi serupa juga terjadi di SMA Muhammadiyah 1 Cilacap, tak ada satu pun siswa yang tampak, petugas hanya bertemu dengan sejumlah guru.
Sementara itu di SMA Negeri 3, petugas masih mendapati siswa yang sebagian hendak pulang usai menjalani ulangan remidi. Setelah diperintahkan masuk ke ruangan kelas oleh guru melalui pengeras suara, petugas langsung menggeledah tas milik siswa yang diduga membawa HP yang berisi video porno. Namun setelah melakukan pengecekan ternyata petugas tidak menemukan barang dicari.
Salah seorang guru SMA Negeri 3 menuturkan, bahwa pihak sekolah sudah mengeluarkan peraturan yang melarang siswa membawa HP.
"Bahkan secara rutin siswa selalu dipantau. Tapi kalau ada siswa yang membawa flasdisk berisi rekaman vieod porno ya saya tidak tahu," tuturnya.
Sementara itu, dari pantuan CILACAPMEDIA.com, meski pihak sekolah telah melarang siswa membawa HP ke sekolah, ada sejumlah siswa yang menyiasati dengan menyimpan HP dibawah jok sepeda motor. Sehingga wajar saja kalau razia HP pelajar berisi video mesum hasilnya nihil.
Menurut salah seorang petugas yang turut dalam razia itu, operasi yang digelar tidak tepat sasaran.
"Selain sudah kesiangan, juga waktunya tidak tepat. Sebab paling hanya sekitar 40 persen siswa yang masuk sekolah, itu pun karena mengikuti ulangan remidi," ujarnya.
Terkait hasil nihil razia HP pelajar yang diduga berisi video mesum, Kabag OP Kompol Wiyono saat dimintai keterangan wartawan enggan memberikan keterangan.
Legalitas handphone di sekolah
Puluhan Pelajar SMA Yos Sudarso Geruduk Kantor Disdikpora
CILACAP, (Cimed) – Puluhan pelajar yang berasal dari SMA Yos Sudarso Cilacap menggeruduk Kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Cilacap. Halaman kantor Disdikpora pun berubah jadi meriah lantaran dipenuhi seragam putih-putih. Dengan mengendarai sepeda motor mereka mendatangi kantor Disdikpora usai pulang sekolah, pada Rabu (25/2) sekitar pukul 14.00 WIB. Maksud kedatangan mereka yakni hendak mengambil handphone (HP) yang disita tim gabungan di sekolahnya pada pagi hari. Namun sesampai disana mereka tidak langsung mendapati yang dituju lantaran mobil yang membawa tim gabungan bersama HP yang disita belum kembali. Selain para pelajar, tampak juga beberapa orangtua yang telah menunggu untuk mengambil HP anaknya. Sekitar pukul 14.30 WIB dua mobil yang dikendarai petugas dari tim gabungan tiba di kantor Disdikpora. Awalnya para pelajar tersebut tampak kegirangan saat tim gabungan datang. “Akhirnya datang, asik HP ku bisa dibawa pulang,” kata salah satu pelajar. Para pelajar yang telah menunggu sejak lama pun akhirnya mengejar para petugas yang baru turun dari mobil dengan menenteng dua kantong plastik hitam berisi HP sitaan. Rupanya tidak seperti yang dibayangkan para pelajar tersebut. Saat mereka meminta dan mempertanyakan HP miliknya kepada para petugas mereka tidak serta merta bisa membawa pulang HP. “HP bisa diambil oleh orangtua masing-masing hari Sabtu besok dengan membawa kartu OSIS siswa,” kata Ketua Tim Gabungan, Samijan yang juga Seksi Kepemudaan Disdikpora. Mendapat jawaban seperti itu rombongan pelajar tak puas, mereka mempertanyakan kenapa tidak ada pemberitahuan sebelumnya. “Selama ini kita tidak ada larangan untuk membawa HP ke sekolah. Lagi pula kita tidak salah apa-apa kenapa harus melibatkan orangtua,” celetuk salah satu pelajar. Mereka beralasan, HP digunakan untuk komunikasi dengan orangtua dan itu merupakan privasi jadi orangtua juga tidak perlu tahu apa isinya. Samijan pun bersikeras untuk memberikan HP sebelum orang tuanya datang dan diberikan bimbingan. “Silakan sekarang pulang. Kalau orangtua kalian datang HP saya berikan, tapi kalau kalian sendiri yang mengambil ya tidak saya layani,” tegasnya sambil masuk ke ruangan. Menurut dia, selama ini pihak Disdikpora sudah melayangkan surat larangan kepada masing-masing sekolah. “Tidak benar kalau sampai saat ini sekolah belum terima surat dan tidak tahau kalau ada larangan membawa HP ke sekolah,” katanya. Setelah nego berjalan alot, akhirnya sebagian pelajar memilih pulang kerumah untuk menemui orangtuanya, ada juga yang memilih menunggu sambil menghubungi orangtuanya agar bisa datang untuk mengambil HP miliknya. Sedang HP hasil sitaan digelar diatas dimeja dan periksa satu demi satu isinya. Tak berapa lama kemudian, beberapa orangtua bersama anaknya datang menemui para petugas. Mereka dipersilakan mengisi data, nama berikut jenis HPnya. Kepada masing-masing orangtua, para petugas meminta agar setelah HP dikembalikan untuk tidak membawakannya kembali ke sekolah dengan terlebih dahulu menghapus isi HP yang berisi foto-foto maupun video yang belum sepatutnya dikonsumsi kalangan pelajar. “Ini HP dikembalikan, tapi pada saat berangkat ke sekolah HP tidak dibawakan dan jangan lupa file-filenya dihapus. Kalau nanti kejaring razia lagi maka tidak ada kata ampun HP akan benar-benar disita,” tegasnya. Sejumlah orangtua berkilah kalau HP anaknya digunakan sebagai alat komunikasi pada saat jam-jam pulang sekolah. Menanggapi hal itu, Samijan, mengatakan bahwa anak bisa melakukan komunikasi dengan orangtua menggunakan telepon umum. “Disamping itu, setiap hari kan sudah ada jadwal tetap pulang sekolah, Jadi bisa kira-kira jam berapa harus jemput anak,” katanya. Namun disayangnya, para orangtua banyak yang tidak tahu kalau anaknya memiliki HP dengan teknologi canggih digunakan untuk menyimpan foto-foto atau video seronok. Hingga Rabu sore, HP yang diambil orangtua tercatat 21 buah, sedang sisanya 91 buah masih diamankan. Setelah diperiksa HP terbagi menjadi dua bagian yakni HP yang berisi gambar-gambar dan yang bersih.
dikutip dari : cilacapmediadotcom
Ditulis dalam Informasi Umum
CILACAP, (Cimed) – Puluhan pelajar yang berasal dari SMA Yos Sudarso Cilacap menggeruduk Kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Cilacap. Halaman kantor Disdikpora pun berubah jadi meriah lantaran dipenuhi seragam putih-putih. Dengan mengendarai sepeda motor mereka mendatangi kantor Disdikpora usai pulang sekolah, pada Rabu (25/2) sekitar pukul 14.00 WIB. Maksud kedatangan mereka yakni hendak mengambil handphone (HP) yang disita tim gabungan di sekolahnya pada pagi hari. Namun sesampai disana mereka tidak langsung mendapati yang dituju lantaran mobil yang membawa tim gabungan bersama HP yang disita belum kembali. Selain para pelajar, tampak juga beberapa orangtua yang telah menunggu untuk mengambil HP anaknya. Sekitar pukul 14.30 WIB dua mobil yang dikendarai petugas dari tim gabungan tiba di kantor Disdikpora. Awalnya para pelajar tersebut tampak kegirangan saat tim gabungan datang. “Akhirnya datang, asik HP ku bisa dibawa pulang,” kata salah satu pelajar. Para pelajar yang telah menunggu sejak lama pun akhirnya mengejar para petugas yang baru turun dari mobil dengan menenteng dua kantong plastik hitam berisi HP sitaan. Rupanya tidak seperti yang dibayangkan para pelajar tersebut. Saat mereka meminta dan mempertanyakan HP miliknya kepada para petugas mereka tidak serta merta bisa membawa pulang HP. “HP bisa diambil oleh orangtua masing-masing hari Sabtu besok dengan membawa kartu OSIS siswa,” kata Ketua Tim Gabungan, Samijan yang juga Seksi Kepemudaan Disdikpora. Mendapat jawaban seperti itu rombongan pelajar tak puas, mereka mempertanyakan kenapa tidak ada pemberitahuan sebelumnya. “Selama ini kita tidak ada larangan untuk membawa HP ke sekolah. Lagi pula kita tidak salah apa-apa kenapa harus melibatkan orangtua,” celetuk salah satu pelajar. Mereka beralasan, HP digunakan untuk komunikasi dengan orangtua dan itu merupakan privasi jadi orangtua juga tidak perlu tahu apa isinya. Samijan pun bersikeras untuk memberikan HP sebelum orang tuanya datang dan diberikan bimbingan. “Silakan sekarang pulang. Kalau orangtua kalian datang HP saya berikan, tapi kalau kalian sendiri yang mengambil ya tidak saya layani,” tegasnya sambil masuk ke ruangan. Menurut dia, selama ini pihak Disdikpora sudah melayangkan surat larangan kepada masing-masing sekolah. “Tidak benar kalau sampai saat ini sekolah belum terima surat dan tidak tahau kalau ada larangan membawa HP ke sekolah,” katanya. Setelah nego berjalan alot, akhirnya sebagian pelajar memilih pulang kerumah untuk menemui orangtuanya, ada juga yang memilih menunggu sambil menghubungi orangtuanya agar bisa datang untuk mengambil HP miliknya. Sedang HP hasil sitaan digelar diatas dimeja dan periksa satu demi satu isinya. Tak berapa lama kemudian, beberapa orangtua bersama anaknya datang menemui para petugas. Mereka dipersilakan mengisi data, nama berikut jenis HPnya. Kepada masing-masing orangtua, para petugas meminta agar setelah HP dikembalikan untuk tidak membawakannya kembali ke sekolah dengan terlebih dahulu menghapus isi HP yang berisi foto-foto maupun video yang belum sepatutnya dikonsumsi kalangan pelajar. “Ini HP dikembalikan, tapi pada saat berangkat ke sekolah HP tidak dibawakan dan jangan lupa file-filenya dihapus. Kalau nanti kejaring razia lagi maka tidak ada kata ampun HP akan benar-benar disita,” tegasnya. Sejumlah orangtua berkilah kalau HP anaknya digunakan sebagai alat komunikasi pada saat jam-jam pulang sekolah. Menanggapi hal itu, Samijan, mengatakan bahwa anak bisa melakukan komunikasi dengan orangtua menggunakan telepon umum. “Disamping itu, setiap hari kan sudah ada jadwal tetap pulang sekolah, Jadi bisa kira-kira jam berapa harus jemput anak,” katanya. Namun disayangnya, para orangtua banyak yang tidak tahu kalau anaknya memiliki HP dengan teknologi canggih digunakan untuk menyimpan foto-foto atau video seronok. Hingga Rabu sore, HP yang diambil orangtua tercatat 21 buah, sedang sisanya 91 buah masih diamankan. Setelah diperiksa HP terbagi menjadi dua bagian yakni HP yang berisi gambar-gambar dan yang bersih.
dikutip dari : cilacapmediadotcom
Ditulis dalam Informasi Umum
SIMBOK
Jongkok bersandar pada pilar teras. Menghadap ke barat. Pandangan jauh menerawang ke cakrawala. Berusaha membayangkan sedang apa simbok di sana. Mungkin sedang makan. Mungkin sedang menyapu, terbongkok-bongkok karena punggung yang sudah renta. Atau barangkali sedang mendoakan anak-anaknya. Iring-iringan awan di sekitar musim kemarau menghadirkan sosok seorang simbok yang sedang melakukan sesuatuseperti yang aku bayangkan. Ingin aku peluk kurus tapi lembut itu. Ingin aku cium kulit tua di pipinya. Hidungku berjuang keras mengendus aroma simbok.
“simbok … sedang apa mbok ?”
Kemarin pagi tidak biasanya menelepon, menanyakan keadaanku “ semua baik-baik mbok” begitu aku jawab. Aku tidak mau simbok ikut larut dengan permasalahan yang sedang aku hadapi, walau aku jawab semua baik-baik, aku merasa bahwa perasaan seorang simbok pasti tahu keadaan anaknya yang sedang tidak dalam keadaan baik. Aku juga merasa, simbok menutup telpon di sana dengan berat hati. Lalu seolah aku mendengar helaan nafas panjang dan berat.
Kadang aku ingin menanyakan, apa yang didoakan simbok setiap pagi di gereja. Apakah supaya anaknya bahagia ? sejahtera ? sukses dalam karir ? Tapi, mengapa jalan yang dilalui anaknya ini tak pernah mudah dan terang ?
Sudah satu bulan ini aku kehilangan pekerjaan. Perjuangan bertahun-tahun tanpa menghitung kepentingan pribadi. Kerja keras dengan harapan dapat menggantungkan hari tua nanti, harus menguap begitu saja. Walaupun aku Cuma seorang penjaga gudang, tetapi semua masadepan aku pertaruhkan di sana sudah ! Si boss pandai bicara, pandai memotivasi, sehingga aku juga merasa ikut memiliki perusahaan itu. Bahkan, tanpa berpikir buruk, sebagian kebutuhan perusahaan dipenuhi hutang atas namaku.
Tetapi sudah satu bulan ini aku tersadar, aku hanya karyawan biasa saja ! aku bukanlah salah satu pemilik perusahaan. Aku sama seperti yang lain. Dan seperti membalikkan tangan, kata itu mudah keluar, “kau dipecat !”
Tak ada yang membelaku. Aku hanya jalan menunduk pergi, kalah, dengan membawa ketidak jelasan hutang-hutang perusahaan atas namaku. Tak ada yang bias aku lakukan karena aku juga salah. Padahal semua pihak juga ada andil dalam kesalahan itu ! tetapi, hanya aku yang dihukum ! begitu perasaanku, hanya aku !
Jongkok bersandar pada pilar teras. Menghadap ke barat. Pandangan jauh menerawang ke cakrawala. Berusaha membayangkan sedang apa simbok di sana. Mungkin sedang makan. Mungkin sedang menyapu, terbongkok-bongkok karena punggung yang sudah renta. Atau barangkali sedang mendoakan anak-anaknya.
Selepas dipecat, aku bekerja apa saja, sedapatnya. Sekarang aku sedang membantu seseorang memplitur meja dan sofa. Sambil membersihkan sisa-sisa plitur, debu dan amplas, kenangan masa lalu lewat satu persatu.
Masa kecil dengan segala suka tanpa duka. “pak, mbok, berangkat sekolah, minta sangu !” kemudian tak disangkal lagi keceriaan selepas sekolah lebih membekas. Bermain sampai lupa waktu. Menjelang petang bapak harus mencari kami supaya mandi sambil membawa sabet. Kadang bapak harus mengejar-ngejar kami agar segera mandi.
Sejalan dengan waktu yang berlalu, sel-sel otak-pun semakin penuh dengan pemahaman-pemahanan akan hidup ini. Aku harus berhadapan dengan kata-kata : tanggung jawab, perjuangan, kebutuhan hidup, realitas hidup dan lain-lain. Pemahaman yang kadang aku tak suka, karena itulah yang aku anggap sebagai perenggut keceriaan hidup.
Dan ternyata hidup adalah perjalanan dari pilihan sau ke pilihan yang lain. Adakalanya kita tersesat pada begitu banyak pilihan itu ! berhitunglah aku. Berapa banyak pilihan yang sudah aku lewatkan begitu saja tanpa sadar, bahwa pilihan itu tak akan pernah kembali lagi. Berapa banyak pilihan yang salah aku lakukan. Mengapa demikian ? adakah aku menyesali pilihan-pilihan salah itu ? Seandainya ….. seandainya….. sampai akhirnya aku kembali terbanting pada kekinianku yang sedang aku rasakan berada di titik nadir untuk yang ke sekian kalinya.
Tidak ! pilihan telah aku buat. Konsekuensi telah aku jalani. Apa lagi ? keberhasilan dan kegagalan adalah relative. Apakah dengan berkelimpahan materi, aku dapat dikatakan berhasil atau sebaliknya ? walaupun sekarang aku sedang merasakan bahwa jalan yang sedang aku lalui itu tidak pernah mudah dan terang. Aku tidak pernah menyesal sedikitpun akan pilihan-pilihan yang sudah aku tentukan ! Sekalipun pilihan itu dinilai salah ! Allah pasti punya rencana dalam perjuangan hidupku ini. Entah, entah apa …..
Jongkok bersandar pada pilar teras. Menghadap ke barat. Pandangan jauh menerawang ke cakrawala. Berusaha membayangkan sedang apa simbok di sana. Mungkin sedang makan. Mungkin sedang menyapu, terbongkok-bongkok karena punggung yang sudah renta. Atau barangkali sedang mendoakan anak-anaknya.
Aku ingat persis pesan simbok yang selalu sama sejak dulu. Ketika aku masih kuliah, simbok tak pernah berpesan agar rajin belajar. Tetapi selalu keluar kata-kata “berhati-hatilah dan jadilah orang baik !” meskipun aku tidak mengerti dengan doa apa yang tersimpan di balik pesan itu, aku hanya mengangguk mengiyakan sambil mencium pipi kiri dan kanan simbok.
Dalam keterpurukan ini, entah untuk yang ke berapa kalinya, kemudian aku merasa bahwa ternyata sulit sekali untuk berhati-hati dan menjadi orang baik.
“mbok, apa yang simbok doakan ?” dalam hati aku selalu menanyakan itu. Padahal aku jarang sekali berdoa memohon kepada Allah. Aku merasa tak pantas memohon sesuatu kepada Allah. Satu-satunya permohonan yang sering aku bisikkan adalah mohon ampun atas segala kesalahanku. Biarlah simbok yang memohonkan untukku.
Dalam kegelapan jurang pergulatan hidup ini, mbok, aku berterima kasih kepadamu untuk semua penyertaan doa-doamu. Aku tidak tahu apakah doa simbok terkabulkan atau tidak, atau mungkin belum, karena aku tidak tahu apa yang didoakan simbok. Tetapi yang pasti aku tahu, karena doa-doa simbok anakmu ini selalu berusaha bangkit. Dan mungkin inilah jalan hidup yang harus anakmu jalani, jatuh, bangkit, jatuh dan bangkit lagi
“Terima kasih mbok, aku mencintaimu selalu”
Oleh : R. Tri Haryoko
Majalah HIDUP, Mingguan Umat Beriman
No 11 Tahun ke-64 Tanggal 14 Maret 2010
“simbok … sedang apa mbok ?”
Kemarin pagi tidak biasanya menelepon, menanyakan keadaanku “ semua baik-baik mbok” begitu aku jawab. Aku tidak mau simbok ikut larut dengan permasalahan yang sedang aku hadapi, walau aku jawab semua baik-baik, aku merasa bahwa perasaan seorang simbok pasti tahu keadaan anaknya yang sedang tidak dalam keadaan baik. Aku juga merasa, simbok menutup telpon di sana dengan berat hati. Lalu seolah aku mendengar helaan nafas panjang dan berat.
Kadang aku ingin menanyakan, apa yang didoakan simbok setiap pagi di gereja. Apakah supaya anaknya bahagia ? sejahtera ? sukses dalam karir ? Tapi, mengapa jalan yang dilalui anaknya ini tak pernah mudah dan terang ?
Sudah satu bulan ini aku kehilangan pekerjaan. Perjuangan bertahun-tahun tanpa menghitung kepentingan pribadi. Kerja keras dengan harapan dapat menggantungkan hari tua nanti, harus menguap begitu saja. Walaupun aku Cuma seorang penjaga gudang, tetapi semua masadepan aku pertaruhkan di sana sudah ! Si boss pandai bicara, pandai memotivasi, sehingga aku juga merasa ikut memiliki perusahaan itu. Bahkan, tanpa berpikir buruk, sebagian kebutuhan perusahaan dipenuhi hutang atas namaku.
Tetapi sudah satu bulan ini aku tersadar, aku hanya karyawan biasa saja ! aku bukanlah salah satu pemilik perusahaan. Aku sama seperti yang lain. Dan seperti membalikkan tangan, kata itu mudah keluar, “kau dipecat !”
Tak ada yang membelaku. Aku hanya jalan menunduk pergi, kalah, dengan membawa ketidak jelasan hutang-hutang perusahaan atas namaku. Tak ada yang bias aku lakukan karena aku juga salah. Padahal semua pihak juga ada andil dalam kesalahan itu ! tetapi, hanya aku yang dihukum ! begitu perasaanku, hanya aku !
Jongkok bersandar pada pilar teras. Menghadap ke barat. Pandangan jauh menerawang ke cakrawala. Berusaha membayangkan sedang apa simbok di sana. Mungkin sedang makan. Mungkin sedang menyapu, terbongkok-bongkok karena punggung yang sudah renta. Atau barangkali sedang mendoakan anak-anaknya.
Selepas dipecat, aku bekerja apa saja, sedapatnya. Sekarang aku sedang membantu seseorang memplitur meja dan sofa. Sambil membersihkan sisa-sisa plitur, debu dan amplas, kenangan masa lalu lewat satu persatu.
Masa kecil dengan segala suka tanpa duka. “pak, mbok, berangkat sekolah, minta sangu !” kemudian tak disangkal lagi keceriaan selepas sekolah lebih membekas. Bermain sampai lupa waktu. Menjelang petang bapak harus mencari kami supaya mandi sambil membawa sabet. Kadang bapak harus mengejar-ngejar kami agar segera mandi.
Sejalan dengan waktu yang berlalu, sel-sel otak-pun semakin penuh dengan pemahaman-pemahanan akan hidup ini. Aku harus berhadapan dengan kata-kata : tanggung jawab, perjuangan, kebutuhan hidup, realitas hidup dan lain-lain. Pemahaman yang kadang aku tak suka, karena itulah yang aku anggap sebagai perenggut keceriaan hidup.
Dan ternyata hidup adalah perjalanan dari pilihan sau ke pilihan yang lain. Adakalanya kita tersesat pada begitu banyak pilihan itu ! berhitunglah aku. Berapa banyak pilihan yang sudah aku lewatkan begitu saja tanpa sadar, bahwa pilihan itu tak akan pernah kembali lagi. Berapa banyak pilihan yang salah aku lakukan. Mengapa demikian ? adakah aku menyesali pilihan-pilihan salah itu ? Seandainya ….. seandainya….. sampai akhirnya aku kembali terbanting pada kekinianku yang sedang aku rasakan berada di titik nadir untuk yang ke sekian kalinya.
Tidak ! pilihan telah aku buat. Konsekuensi telah aku jalani. Apa lagi ? keberhasilan dan kegagalan adalah relative. Apakah dengan berkelimpahan materi, aku dapat dikatakan berhasil atau sebaliknya ? walaupun sekarang aku sedang merasakan bahwa jalan yang sedang aku lalui itu tidak pernah mudah dan terang. Aku tidak pernah menyesal sedikitpun akan pilihan-pilihan yang sudah aku tentukan ! Sekalipun pilihan itu dinilai salah ! Allah pasti punya rencana dalam perjuangan hidupku ini. Entah, entah apa …..
Jongkok bersandar pada pilar teras. Menghadap ke barat. Pandangan jauh menerawang ke cakrawala. Berusaha membayangkan sedang apa simbok di sana. Mungkin sedang makan. Mungkin sedang menyapu, terbongkok-bongkok karena punggung yang sudah renta. Atau barangkali sedang mendoakan anak-anaknya.
Aku ingat persis pesan simbok yang selalu sama sejak dulu. Ketika aku masih kuliah, simbok tak pernah berpesan agar rajin belajar. Tetapi selalu keluar kata-kata “berhati-hatilah dan jadilah orang baik !” meskipun aku tidak mengerti dengan doa apa yang tersimpan di balik pesan itu, aku hanya mengangguk mengiyakan sambil mencium pipi kiri dan kanan simbok.
Dalam keterpurukan ini, entah untuk yang ke berapa kalinya, kemudian aku merasa bahwa ternyata sulit sekali untuk berhati-hati dan menjadi orang baik.
“mbok, apa yang simbok doakan ?” dalam hati aku selalu menanyakan itu. Padahal aku jarang sekali berdoa memohon kepada Allah. Aku merasa tak pantas memohon sesuatu kepada Allah. Satu-satunya permohonan yang sering aku bisikkan adalah mohon ampun atas segala kesalahanku. Biarlah simbok yang memohonkan untukku.
Dalam kegelapan jurang pergulatan hidup ini, mbok, aku berterima kasih kepadamu untuk semua penyertaan doa-doamu. Aku tidak tahu apakah doa simbok terkabulkan atau tidak, atau mungkin belum, karena aku tidak tahu apa yang didoakan simbok. Tetapi yang pasti aku tahu, karena doa-doa simbok anakmu ini selalu berusaha bangkit. Dan mungkin inilah jalan hidup yang harus anakmu jalani, jatuh, bangkit, jatuh dan bangkit lagi
“Terima kasih mbok, aku mencintaimu selalu”
Oleh : R. Tri Haryoko
Majalah HIDUP, Mingguan Umat Beriman
No 11 Tahun ke-64 Tanggal 14 Maret 2010
Rabu, 16 Juni 2010
CINTA ADALAH SEBUAH PERJUANGAN
CINTA DIMULAI DAN BERAKHIR DENGAN CARA YANG TIDAK PERNAH KITA PIKIRKAN SEBELUMNYA.
CINTA ADALAH SEBUAH PERJUANGAN, SEHINGGA CINTA SELALU TUMBUH.
JAMES A. BALDWIN)
Hidup ini memiliki manajemen dan "manajer".
Semua telah diatur sedemikian rupa oleh Sang Pencipta.
Namun, manusia sepatutnya berusaha,
sebelum menerima kejadian yang dipercaya sebagai takdir.
Kita tidak akan mengetahui dengan cara apa cinta akan datang.
Tetapi ada cara jitu agar cinta datang menghampiri kita.
Lakukan setiap hal dengan rasa cinta.
Kerjakan semuanya dengan niat dari hati.
Tunjukkan bahwa setiap langkah dalam hidup
Kita selalu disertai dengan rasa tulus dan ikhlas.
Tanpa kita sadari sikap yang kita bangun di dalam diri sendiri ini,
akan mempengaruhi lingkungan dan orang-orang yang berada di dekat kita.
Saat kita mencintai dan berniat tulus pada apapun yang kita lakukan,
baik dalam kehidupan, pekerjaan, keluarga,
atau pergaulan sosial,
maka pada saat itulah kita sedang menanam cinta yang lebih besar.
Sebagai buahnya,
kita akan mendapat rasa cinta yang sama,
atau bahkan lebih besar dari orang-orang di sekitar kita.
Langganan:
Postingan (Atom)