Jakarta, Kompas
- Meskipun dikritik sejumlah kalangan, Dewan Perwakilan Rakyat tetap melanjutkan niatnya membangun gedung baru. Diharapkan proses lelang pembangunan gedung setinggi 36 lantai dan berbiaya sekitar Rp 1,3 triliun tersebut dapat dimulai bulan Maret ini.
”Kelengkapan dan persiapan lelang masih dipersiapkan. Jika bulan ini proses lelang dapat dimulai, diharapkan pada Mei dapat dilakukan peletakan batu pertama gedung itu,” kata Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR Pius Lustrilanang, Senin (7/3) di Jakarta.
Gedung baru DPR yang berbentuk gerbang tersebut awalnya akan dibangun dengan biaya Rp 1,8 triliun, tetapi menuai kritik dari berbagai kalangan. Anggaran itu kemudian diturunkan hingga Ketua DPR Marzuki Alie berharap anggaran pembangunan dapat di bawah Rp 1 triliun.
Namun, Pius menegaskan, sampai sekarang belum diketahui anggaran pasti pembangunan gedung itu. ”Hitungan akhir, untuk pembangunan fisik butuh Rp 1,1 triliun. Sisanya tinggal anggaran untuk penyediaan furnitur dan sistem keamanan,” ungkap Pius, politisi dari Fraksi Partai Gerindra.
Tentang sikap Partai Gerindra yang resmi menolak pembangunan gedung tersebut, Pius menyatakan, keputusan di DPR diambil dengan suara mayoritas. ”Mayoritas fraksi di DPR setuju dengan pembangunan gedung itu. Jika ada suara minoritas yang tidak setuju, mereka harus menghormati suara mayoritas,” katanya.
Namun, Refrizal, anggota BURT dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, menegaskan, kesembilan fraksi di DPR setuju dengan pembangunan gedung baru tersebut. ”Semua fraksi hadir di rapat dan semua menyatakan setuju,” kata Refrizal terkait dengan rapat BURT pada Sabtu dan Minggu (6/3) di Wisma DPR Kopo, kawasan Puncak, Bogor.
M Toha, anggota BURT dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, menambahkan, pembangunan gedung baru DPR menjadi salah satu agenda rapat BURT di Wisma DPR Kopo.
Sementara itu, Uchok Sky Khadafi dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai DPR telah melakukan kebohongan terhadap publik dalam rencana pembangunan gedung baru tersebut.
Kebohongan pertama terkait dengan alasan awal pembangunan gedung yang disebut berdasarkan rekomendasi dari Kementerian Pekerjaan Umum karena gedung DPR miring 7 derajat. Namun, rekomendasi Kementerian PU ternyata tidak mengatakan hal itu. Kementerian PU hanya merekomendasi perbaikan teknik biasa, misalnya dengan pemasangan angkur di antara dinding dan balok supaya kolom yang retak tidak roboh.
Kebohongan kedua menyangkut biaya pembanguan gedung yang dikabarkan di bawah Rp 1 triliun. Padahal, berdasarkan rapat BURT dan Sekretaris Jenderal DPR diketahui, pagu anggaran pembangunan gedung itu untuk tahun 2011 mencapai Rp
800 miliar dan Rp 616,768 miliar untuk tahun 2012. Dengan demikian, anggaran yang disiapkan Rp 1,4 triliun. Anggaran itu tidak termasuk anggaran tahun 2010 yang mencapai Rp 250 miliar.
”Kami minta pembangunan gedung baru DPR dibatalkan karena meski baru rencana, sudah dipenuhi kebohongan terhadap publik,” kata Uchok. Dia mengatakan, para anggota DPR dapat dituding telah kehilangan nurani jika tetap ngotot membangun gedung baru untuk mereka.
”Jika anggaran pembangunan gedung itu Rp 1 triliun, dan itu dibagi rata untuk 560 anggota DPR, berarti biaya rata-rata untuk setiap anggota DPR adalah Rp 1,78 miliar. Jika anggarannya Rp 1,8 triliun, berarti biaya untuk setiap anggota DPR Rp 3,2 miliar, setara harga rumah mewah di Jakarta,” tutur Uchok.
NWO)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar