Oleh Simon Ferry S
”Cepat, pinjam mobil. Nanti, ada macan di sini,” kata polisi yang akan membawa para tersangka dari Lembaga Pemasyarakatan Narkotika di Pulau Nusa kambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
LP di Nusakam bangan memang jauh dari keramaian, sepi, dan berada di pulau kecil yang terpencil di tepi laut selatan.
Kawasan LP di Nusakambangkan masih berupa hutan.
Namun, sebagian kawasan sudah dikeruk atau ditambang untuk kebutuhan industri semen.
Ada tujuh LP di Nusakambangan, yaitu LP Terbuka, Batu, Tembesi, Narkotika, Kembang Kuning, Permisan, dan Pasir Putih.
LP di Nusakambangan selama ini memang dikenal sebagai LP dengan tingkat penjagaan keamanan superketat.
Tidak sembarang orang atau pengunjung dapat memasuki area itu.
Petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) yang ingin masuk ke salah satu LP juga harus mendapat izin kepala LP.
Akan tetapi, di balik pengamanan yang ketat dan keheningan LP, jaringan perdagangan narkotika diduga telah lama terbentuk.
Tersangka yang diduga terlibat tidak hanya narapidana atau petugas jaga LP, tetapi juga pejabat di LP, termasuk kepala LP.
Selasa (8/3), petugas BNN menangkap tersangka Kepala LP Narkotika Marwan Adli, Kepala Pengamanan LP Iwan Syaefuddin, dan Kepala Seksi Bina Pendidikan Fob Budhiyono.
Selain itu, petugas BNN juga menangkap tersangka lain, yaitu Hartoni, narapidana dengan hukuman delapan tahun, dan Rinald, cucu Marwan Adli.
Rinald juga ditangkap karena rekeningnya diduga digunakan Marwan untuk menampung uang yang diduga diberikan oleh Hartoni kepada Marwan.
Manajemen bisnis narkotika di LP di Nusakambangan itu memang sangat rapi. Narapidana, khususnya bandar narkotika, dapat berkomunikasi untuk memesan barang kepada pemasok dengan telepon seluler.
Bahkan, di LP Narkotika, narapidana dapat menggunakan antena penguat jaringan.
Saat petugas BNN menggeledah ruang Fob Budhiyono, terdapat tumpukan antena. ”Itu antena penguat sinyal yang kami sita dari narapidana,” kata Fob sebelum ditanya petugas.
Ia menambahkan, selama ini pihaknya juga sering melakukan razia di sel-sel narapidana.
Memang agak sulit diterima dengan akal sehat, di LP yang superketat itu narapidana dapat menggunakan telepon seluler dan penguat jaringan yang dipasang di luar sel. Sulit diterima akal sehat juga, narapidana mampu membeli dan memasang antena tanpa sepengetahuan petugas.
Dengan modal komunikasi itulah narapidana di sebuah pulau yang terpencil itu dapat mengendalikan bisnis narkotika di luar LP.
Bahkan komunikasi yang dilakukan dapat mencapai mancanegara.
Direktur Narkotika Alami BNN Benny Mamoto mengatakan, beberapa tahun lalu ditemukan petunjuk, ada hubungan komunikasi antara seorang narapidana di LP dan seorang kurir dari Indonesia yang tertangkap di salah satu negara Amerika Latin.
”Pada saat itulah kami mulai fokus di Nusakambangan,” katanya.
Benny menjelaskan, dari data yang diperoleh di Kementerian Luar Negeri, ada banyak warga negara Indonesia (WNI) yang ditangkap di Amerika Latin, Asia, dan Timur Tengah.
Data itu kemudian diolah dan dipetakan.
Sebagian WNI yang ditangkap itu diduga terlibat dalam perdagangan narkotika.
”Dari data-data itu muncul nomor telepon genggam seorang kurir WNI yang tertangkap di Amerika Latin dengan seorang narapidana di Nusakambangan,” kata Benny.
Petunjuk itu didalami untuk membongkar dugaan perdagangan narkotika di LP.
Selama ini, lanjut Benny, bandar-bandar narkotika mancanegara memanfaatkan WNI dengan iming-iming dipekerjakan di luar negeri.
”Wanita-wanita asal Indonesia juga sering kali dijadikan pacar atau dijadikan sahabat dan kemudian dijadikan kurir narkotika,” katanya.
WNI itu, lanjutnya, kemudian diminta berangkat ke luar negeri, seperti negara-negara di Amerika Latin.
”Saat mau kembali ke Indonesia, tas-tas mereka sudah diisi dengan narkotika,” tuturnya.
Temuan nomor telepon atau hubungan komunikasi antara seorang narapidana dan kurir asal Indonesia yang tertangkap di Amerika Latin membuahkan hasil.
Dari penyelidikan panjang, petugas BNN dapat menemukan alat bukti dan petunjuk kuat adanya jaringan perdagangan narkotika di LP di Nusakambangan.
Dengan modal komunikasi dengan pemasok, narapidana mampu ”mengatur” petugas LP. Melalui petugas itulah narapidana dapat mengatur orang di luar LP yang rekeningnya dapat digunakan untuk transaksi narkotika.
Orang di luar LP yang digunakan seorang narapidana pun dapat mentransfer uang kepada penjaga ataupun pejabat di LP.
Terkait dengan penangkapan Marwan, menurut Benny, diduga Marwan menggunakan rekening atas nama cucunya, Rinald, untuk menampung imbalan yang diduga diberikan oleh bandar narkotika di LP.
Dengan keterlibatan oknum petugas LP, bisnis narkotika yang dikendalikan dari penjara tentu tidak sulit dilakukan.
Akses komunikasi bandar di LP dengan pemasok tetap jalan.
Transaksi tetap jalan dengan meminjam rekening orang lain.
Petugas LP pun diduga mendapatkan bagian dari aktivitas perdagangan itu.
Akibatnya, bandar merasa terlindungi serta ”aman” mengendalikan dan menjalankan bisnis narkotika di dalam LP.
Dengan kondisi itu, LP di Nusakambangan yang terlihat menyeramkan dan menakutkan ternyata menjadi tempat nyaman bagi bandar-bandar narkotika.
LP Nusakambangan yang hening dan tenang ternyata menyimpan misteri yang selama ini sulit disentuh dan menjadi surga bagi bandar-bandar narkotika.
Keterangan foto :
Terpidana Hartoni sedang menunggu kapal untuk berangkat ke Pulau Nusakambangan dengan didampingi dua petugas kepolisian, Selasa (8/3). Aparat Badan Nasional Narkotika sebelumnya juga menangkap Kepala Lembaga Pemasyarakatan Narkotika di Nusakambangan dan dua petugas LP lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar