Sabtu, 26 Februari 2011
"Rakyat Kami Ingin Perubahan"
"Rakyat Kami Ingin Perubahan"
"Masa sulit yang tengah dialami Mesir serupa dengan yang pernah dialami Indonesia"
VIVAnews - Melalui siaran langsung televisi, Kedutaan Besar Mesir di Jakarta memperhatikan dengan seksama aksi "sejuta warga" di Kairo, Selasa 1 Februari 2011. Aksi serupa juga berlangsung di kota-kota lain di Mesir.
"Mesir sedang mengalami masa yang sulit," komentar Duta Besar Mesir untuk Indonesia Ahmed El Kewaisny. Bertugas di Indonesia sejak Januari 2009, baru kali ini El Kewaisny dan para diplomat Mesir lainnya menyaksikan aksi protes massal yang begitu dahsyat yang menimpa negara mereka selama berhari-hari.
Menurut Ahmed, aksi itu semata-mata merupakan suatu "gelora ekspresi" yang dimotori kaum muda yang menghendaki perubahan. Namun, sangat disayangkan bila aksi itu hingga memakan korban jiwa dan kerugian bagi rakyat Mesir.
Dalam perbicangan dengan wartawan VIVAnews Renne Kawilarang dan Denny Armandhanu di ruang kerjanya, El Kewaisny menjelaskan panjang lebar sikap pemerintah Mesir atas gejolak di negeri mereka. Selain itu, dijelaskan pula bagaimana krisis itu berdampak bagi hubungan bilateral antara Mesir dengan Indonesia. Berikut petikan wawancaranya.
Sebagian rakyat dan oposisi di Mesir melihat pergolakan politik ini akibat pemerintah Hosni Mubarak tidak lagi peka menghadapi krisis ekonomi. Bagaimana pemerintah Mesir sendiri dalam melihat gejolak ini?
Pertama-tama, saya tidak setuju dengan Anda, yang menyebut situasi yang terjadi di Mesir sebagai gejolak [upheaval] atau pemberontakan [uprising]. Namun, kami menyebutnya "gelora ekspresi" [a surge of expression].
Gerakan itu tidak semata-mata karena masalah ekonomi, pengangguran atau yang lainnya, namun ada tuntutan yang sangat kuat untuk melakukan reformasi politik.
Sebenarnya, ekonomi negara kami, seperti halnya dengan negara Anda, tengah berjalan dengan baik. Pertumbuhan ekonomi kedua negara pun relatif sama. Tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Mesir 5,3 persen dan tingkat pengangguran kami lebih rendah dari negara-negara lain, termasuk dari Tunisia.
Saat ini, Presiden Mubarak dan jajarannya tengah berjuang sebaik mungkin untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi guna menekan tingkat pengangguran. Dia sendiri punya program untuk penciptaan lapangan kerja dan mendorong investasi asing.
Namun kini ada tuntutan politik. Muncul tuntutan di kalangan rakyat agar segera muncul perubahan dan harapan baru. Keinginan itu begitu kuat di kalangan muda. Sekitar 40 persen dari total rakyat Mesir berusia di bawah 26 tahun.
Itu berarti sebagian besar masyarakat di Mesir masuk dalam kelompok usia produktif. Kaum muda itu kini hidup era mereka sendiri, berada di zaman internet, media sosial seperti Twitter, Facebook serta berbagai perangkat elektronik lainnya. Mereka ingin perubahan yang serba cepat.
Maka, banyak kaum muda yang turun ke jalan untuk menyatakan pendapat sekaligus menyuarakan tuntutan mereka, yaitu adanya reformasi besar-besaran di bidang ekonomi dan politik.
Apakah pemerintah Mesir melihat gelombang protes ini juga banyak dipengaruhi oleh revolusi di Tunisia?
Kami ibaratnya tinggal di suatu desa yang kecil. Tidak ada satupun yang bisa ditutup-tutupi. Semuanya harus transparan. Jadi jangan lupa saat Presiden Barack Obama dari AS berpidato di Mesir [Juni 2009], dia pernah menyuarakan jargon "perubahan," publik pun menyambut dengan antusias. Jadi perubahan tidak terelakkan.
Apa yang terjadi di Tunisia membuktikan bahwa rakyat bisa melakukan perubahan. Di Mesir pun rakyat bisa membuat perubahan. Rakyat berhak menyuarakan perubahan secara damai. Ada pula pihak-pihak yang ingin menumbangkan rezim, namun itu tidaklah semudah yang dibayangkan.
Bagaimana pemerintah Mesir menanggapi tuntutan massa dan pihak oposisi, yang salah satunya adalah meminta Presiden Mubarak mundur dari kekuasaan?
Pemerintah sedang berbuat yang terbaik untuk menampung semua tuntutan. Rakyat menuntut pemerintah bersikap transparan dan terbuka. Namun ada tahapan-tahapan yang harus dilalui dan dibicarakan. Saya tidak tahu apakah pemerintahan saat ini bisa melakukannya sesuai harapan.
Namun, jangan lupa bahwa Presiden Mubarak akan mendekati masa akhir kepemimpinannya. Kami akan menyelenggarakan pemilu presiden pada September tahun ini. Maka, pada Oktober 2011 masa kepresidenan Mubarak akan berakhir.
Apakah ini berarti Mubarak tidak akan lagi mencalonkan diri sebagai presiden untuk periode berikut?
Kami belum tahu dan saya tidak bilang begitu. Keputusan itu tidak tergantung dari Presiden Mubarak, melainkan pada Partai Demokratik Nasional. Partai itu akan melangsungkan pertemuan umum untuk menentukan siapa yang akan dicalonkan oleh partai untuk menjadi presiden pada pemilu mendatang.
[Perkembangan terakhir, 1 Februari 2011, Mubarak menyatakan bahwa dia tidak akan mundur hingga masa jabatannya berakhir pada September tahun ini. Namun, pemimpin yang telah berusia 82 tahun itu berjanji tidak lagi mencalonkan diri sebagai presiden pada pemilihan umum mendatang - Redaksi]
Rakyat Indonesia turut memberi perhatian atas krisis di Mesir. Apa yang bisa dilakukan Indonesia untuk mendukung Mesir dalam mengatasi gejolak ini?
Hubungan kedua bangsa ini berlangsung unik, karena kita ini bersaudara. Bangsa Indonesia maka sedianya harus bisa mendukung dan memahami apa yang sedang terjadi di Mesir. Mesir tengah mengalami masa yang sulit.
Mereka yang tengah gencar mengungkapkan ekspresi kadangkala kelewat batas dan pada kasus-kasus tertentu ungkapan ekspresi secara damai itu berubah menjadi kekerasan, sehingga perlu campur tangan pihak keamanan. Itulah sebabnya peristiwa itu bisa muncul korban jiwa.
Saya ingatkan kepada Anda bahwa masa sulit yang tengah dialami Mesir serupa dengan yang pernah dialami Indonesia di akhir era kepemimpinan Presiden Soeharto. Itu tidak berarti bahwa saya mengatakan bahwa hasilnya akan sama karena setiap negara memiliki masalah dan karakteristik tersendiri
Seperti sejumlah negara lain, Indonesia kini tengah mengevakuasi warganya dari Mesir dengan pertimbangan keamanan. Apakah Mesir memahami keputusan itu dan bagaimana tanggapan pemerintah Anda?
Beberapa hari lalu saya berbicara dengan Menteri Luar Negeri Pak Marty Natalegawa setelah beliau menghadap Presiden Indonesia. Beliau meminta pemerintah Mesir untuk mengakomodasi permintaan untuk mengevakuasi sekitar enam ribu warga Indonesia, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Saya bekerjasama secara penuh atas permintaan Indonesia itu untuk menghubungi pihak berwenang di Mesir. Pemerintah Indonesia, sebagai sesama saudara, juga berharap agar permintaan itu tidak diartikan secara negatif oleh kami. Evakuasi ini semata-mata untuk menjamin keselamatan warga Indonesia.
Mereka memutuskan untuk mengirim pesawat terbang dari maskapai Garuda, yang berkapasitas sekitar 500 tempat duduk, untuk menjemput warga Indonesia yang ingin dievakuasi.
Pemerintah Indonesia hanya tengah mengerjakan tugasnya, melindungi warga mereka dimanapun. Kami menghormati sekaligus memahami dan bekerja sama untuk mendukung keputusan itu.
Baru-baru ini saya mendapat telepon dari Bapak Hamzah Thayeb (Direktur Jenderal Asia Pasifik, dan Afrika dari Kementrian Luar Negeri Indonesia). Dia melaporkan bahwa Kedutaan Besar Indonesia di Kairo kesulitan mengirim warga yang ingin pulang ke bandara.
Maka, saya langsung telepon ke Kairo, meminta militer untuk mengirim bantuan kendaraan ke Kedutaan Besar atau ke tempat penampungan agar mengantar mereka dengan selamat ke bandara agar bisa pulang. Maka kami bekerjasama secara penuh untuk mendukung permintaan itu.
Apakah situasi di Mesir sudah sedemikian berbahaya sehingga warga asing, termasuk yang dari Indonesia, harus diungsikan?
Saya secara pribadi merasa tidak perlu sampai harus mengevakuasi warga Indonesia. Itu karena warga Indonesia yang tinggal dan belajar di Mesir bukanlah seperti orang-orang asing lainnya. Mereka bukan seperti orang Italia atau orang Amerika.
Warga Indonesia yang berada di Mesir sudah merasa tinggal di rumah sendiri. Negara kami sudah menjadi rumah kedua bagi warga Indonesia. Sudah sejak lama, bahkan sebelum kedua pemerintah menjalin hubungan bilateral, orang-orang Indonesia belajar dan tinggal bersama dengan rakyat kami di negeri kami.
Seberapa dekat orang Mesir melihat orang Indonesia sebagai saudara sendiri ketimbang sebagai orang asing?
Saya beri contoh kepada Anda. Ketika negeri Anda dilanda krisis moneter 1997-1998, banyak pelajar Indonesia di Mesir yang menderita masalah keuangan. Anggaran untuk membiayai studi mereka berkurang.
Itu merupakan masalah besar bagi mereka, bagaimana bisa tetap bertahan di Mesir. Maka, rakyat Mesir bersama kaum pengusaha dan pemerintahan berinisiatif untuk membuat para pelajar asal Indonesia tetap melanjutkan studi dan membiayai mereka agar tetap bertahan. Jadi kami memiliki ikatan sejarah yang sudah kuat.
Maka, bila ada warga Indonesia yang menderita di Mesir saat ini, mereka sama menderitanya dengan rakyat Mesir. Rakyat kami dan warga Indonesia di sana sama-sama sulit bergerak karena terbatas oleh peraturan jam malam dan juga sama-sama kekurangan bahan-bahan pokok saat ini.
Apakah krisis itu sudah mengganggu program-program kerjasama antara pemerintah Mesir dan Indonesia pada tahun ini?
Ya. Menteri Perdagangan kami tadinya akan berkunjung ke Indonesia. Namun, dia kini tidak lagi menjadi anggota kabinet Mesir [Presiden Mubarak melakukan perombakan kabinet pada 31 Januari 2011 - Redaksi].
Selain itu Menteri Perdagangan Indonesia, Mari Elka Pangestu, tadinya dijadwalkan akan ke Mesir Maret untuk membicarakan komisi kerjasama bilateral. Namun kami akan membicarakan jadwal pertemuan itu lagi. Saya akan bertemu beliau pada sore ini [Senin sore 1 Februari 2011].
Jadi ada beberapa jadwal atau hal yang harus kami diskusikan lagi dengan para pejabat Indonesia terkait dengan perubahan kabinet di Mesir. Namun saya pastikan bahwa hubungan antara pejabat Mesir dan Indonesia telah berlangsung erat.
• VIVAnews
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar